Tradisi Bersih Desa di makam Pantaran
Tempat Keramat- Ngalap berkah di makam keramat tak hanya di lantarkan melalui doa dan permohonan saja. Juru kunci tempat keramat seringkali juga memberi sarana sebagai media untuk ngalap berkah, agar permohonan para peziarah dan pelaku ritual bisa terkabulkan. Sarana yang di pakai tersebut hanyalah sebagai lantaran atas kuasa Tuhan, yang telah berkenan mengabulkan permohonan para pelaku ritual. Karena didalam melakukan ritual ngalap berkah, satu hal yang paling utama yaitu doa. Sedangkan sarana atau perantara yang di pakai dalam ngalap berkah tersebut hanyalah sebagai media lantaran dari Tuhan.
Lantaran yang bisa di pakai dan dimiliki sebagai upaya para pelaku ritual untuk ngalap berkah, yaitu pada saat tradisi buka luwur di makam Ki Ageng Pantaran, dusun Candi sari Ngampel, Kabupaten Boyolali. Tradisi buka luwur, sekaligus sedekah para leluhur ini menjadi upacara khusus yang dilakukan oleh seluruh warga di hampir enam kalurahan di wilayah Kecamatan Ampel, Boyolali.
Saat perayaan tradisi buka luwur tersebut
di gelar, banyak sekali rangkaian upacara yang unik dan sakral dilakukan.
Upacara tradisi yang di gelar setiap kali manyambut datangnya bulan Sura,
dilakukan usai bulan memasuki tanggal 20 Sura, bertepatan pada hari jumat.
Tradisi yang sudah di lakukan sejak ratusan, bahkan ribuan tahun yang silam ini
di gelar di sebuah desa di lereng Gunung Merbabu.
Tradisi yang dikenal dengan nama tradisi buka luwur, di gelar dalam rangka mengganti kain luwur atau penutup makam para leluhur yang di makamkan di pemakaman keramat di dusun Pantaran. Di makam tersebut terdapat lima makam yang diantaranya adalah makam Syeck Maulana Mahgribi, makam Nyai Mataram, Makam Kiai Ageng Pantaran, makam Dewi Nawangwulan dan makam Ki Ageng Kebo Kanigoro.
‘Luwur adalah kain putih penutup makam yang ada di tiap tiap makam’ Kata Totok Sanyoto, juru kunci makam yang mewarisi tugas pelawangan secara turun temurun.
Lebih lanjut juru kunci yang juga merangkap sebagai pegawai Dinas Pariwisata Pemerintah Kabupaten Boyolali tersebut menceritakan, makam yang ada di desa Pantaran ini lebih di kenal sebagai makam Syech Maulana Maghribi, namun dalam tradisi tersebut, masyarakat justru mengenal dengan nama tradisi buka luwur Ki ageng Pantaran, karena keberadaan makam berada di dusun Pantaran.
Awal mula keberadaan kelima tokoh hingga di makamkan menjadi satu di Pantaran, tak lepas dari cerita yang telah di wariskan oleh nenek moyang mereka yang lahir dan mati di dusun Pantaran. Karena suatu ketika di dusun Pantaran terdapat seorang wiku atau pertapa sakti yang hidup bertapa di dusun Pantaran. Sang wiku yang sangat sakti mandraguna memiliki seorang anak perempuan yang bernama Dewi Nawangwulan, meski di beberapa versi cerita legenda menceritakan, bahwa sosok Nawangwulan adalah satu dari tujuh bidadari yang di persunting oleh Jaka Tarub, namun di dusun Pantaran, terdapat cerita lain perihal keberadaan Nawanwulan.
Bahkan tidak hanya Dewi Nawangwulan saja, keberadaan para tokoh lain diantaranya, Ki Ageng kebo Kanigoro, Kiageng Pantaran, Nyai Mataram, Syeck Maulana Maghribi bisa berada di satu tempat pemakaman di Pantaran, hingga sekarang tak diketahui cerita mitos dan legendanya. Hanya saja masyarakat sekitar meyakini cerita yang secara turun temurun telah mereka dengar.
Dalam perjalananya menyebarkan siar Islam di tanah Jawa, sampailah Syech Maulana Maghribi di dusun Pantaran. Di dusun ini Syeck Maulana Maghribi berkenalan dengan seorang wiku sakti, dan mengatakan kalau pengembaraanya tersebut dalam rangka menyebarkan agama Rassul, karena memiliki tujuan dan niat baik, maka Syeck Maulana Maghribi akhirnya di terima oleh sang wiku sakti dan diperkenanakan untuk menyebarkan siar.
Bahkan sang wiku sendiri juga ikut masuk dan belajar ajaran Rasul dari Syech Maulana Maghribi. Oleh karena banyaknya penduduk desa yang juga turut masuk agama Islam seperti yang di ajarkan oleh Syeck Maulana Maghribi, maka timbulah keinginan Syeck Maulana Maghribi untuk membuat masjid di Dusun Pantaran. Lantas di utuslah salah seorang penduduk desa, agar pergi ke Demak meminta salah satu kayu jati kepada Sultan Demak yang akan di pergunakan sebagai tiang soko guru.
Namun karena Sultan Demak juga sedang membangun masjid agung, maka Sultan tak mengijinkan utusan tersebut meminta sebagian tiang kayu soko guru. Tak mendapati apa yang diinginkanya, utusan tersebut akhirnya mohon pamit dan menyampaikan kepada Syack Maulan Mahgribi perihal tak di ijinkanya meminta tiang soko guru.
Tetapi meski tanpa tiang soko guru dari Demak, pembangunan masjid di dusun Pantaran tetap berlangsung, hingga akhirnya selesailah pembangunan masjid tersebut oleh penduduk Desa Pantaran.
Masjid kecil yang dibangun oleh Syech Maulana Maghribi di dusun Pantaran, akhirnya di resmikan bertepatan dengan selesainya pembangunan masjid Demak oleh Walisongo, karena hanya jeda waktu beberapa jam saja, maka masjid tersebut oleh Syech Maulana Maghribi akhirnya di beri nama Pantaran ( bersamaan ).
Nama Pantaran akhirnya menjadi sebutan desa yang ada di lereng Gunung Merbabu, sedangkan sang wiku sakti yang sampai akhir hayatnya menetap di dusun Pantaran, kemudian di kenal dengan nama Ki Ageng Pantaran.
Sedangkan beberapa tokoh lain, kata juru kunci, seperti Ki Ageng Kebo Kanigoro, Nyai Mataram dan Dewi Nawangwulan, tak di ketahui ceritanya. Hanya cerita Dewi Nawangwulan terkait dengan kisah terjadinya umbul sipendok yang ada di puncak Merbabu, yang hingga kini sumber mata air tersebut masih terus di pergunakan oleh warga untuk kebutuhan sehari hari.
Tak hanya bagi warga di dusun Pantaran saja, Umbul si pendok yang konon menyerupai warangka bilah keris, juga dipakai sumber mata airnya untuk enam Kalurahan di Kecamatan Ampel. Oleh sebab itu setiap perayaan tradisi buka luwur di lakukan, seluruh warga di enam Kalurahan akan menggelar upacara wujud rasa syukur dan sedekah bumi di makam Syech Maulana Maghribi, atau Ki Ageng Pantaran.
Namun banyak acara yang unik dan sakral berlangsung pada saat tradisi buka luwur dilakukan. Keunikan upacara dikarenakan banyak warga desa yang masing masing membawa sesaji nasi rasullan dari rumah turut di doakan bersama sama oleh ulama karaton, di antara kijing kijing pemakaman. Sesaji sesaji tersebut usai doa lantas dibagi- bagikan kepada para pengunjung.
Sesaji yang terdiri dari nasi tumpeng, ingkung ayam, kerupuk dan sesaji lainya, di bagi bagikan dengan menggunakan kantong plastik. Seluruh pengunjung yang berasal dari luar daerah akan mendapatkan satu kantong plastik yang berisi sesaji. Selain itu pihak pengurus makam juga membagikan nasi rasulan kepada seluruh pengunjung sebagai bentuk ucapan wujud rasa syukur.
Selain sesaji yang di bagi bagikan oleh penduduk dan pengurus makam, dua gunungan yang berisi sayur, buah buahan, serta nasi jagung sebagai symbol para petani yang gemah ripah loh jinawi, juga turut diperebutkan oleh para pengunjung, dengan harapan apa yang mereka dapatkan kelak akan membawa berkah keberuntungan, kebahagian di kehidupanya.
Kepercayaan ini tidak hanya dalam bentuk
sesaji yang mereka dapatkan, namun janur, tebu serta bunga ziarah yang ada di
semua makam para tokoh luhur juga turut di perebutkan. Mereka sangat meyakini,
bahwa dengan memperoleh tebu dan janur, hasil panen para penduduk akan
berlimpah ruah, dijauhkan dari
“ Biar panen berlimpah ruah, dan di jauhkan
dari
Ngalap berkah yang dilakukan Sumar tak
hanya menjadi tradisi bagi penduduk desa, bahkan para pendatang dari luar
daerah juga turut melakukanya. Terbukti sejak Sumar memperoleh tebu dari makam
Ki Ageng Pantaran, hasil panen berlimpah ruah, bahkan beberapa tetangga desa
yang tanamannya di serang wereng, tanah pertanian Sumar terbebas dari
“ Dari sekian banyak pelaku ritual yang ngalap berkah tradisi buka luwur, yang menjadi rebutan dan harus di dapat adalah kain luwur, kain penutup makam yang ada di makam kelima tokoh di Pantaran’ Tegas Sanyoto.
Menurutnya, kain tersebut diganti hanya
pada saat upacara tradisi buka luwur di gelar, di setiap makam terdapat kain
penutup sebanyak
Kain inilah yang biasanya di minta oleh
para pelaku ritual, warga sekitar dan para pengunjung lain agar bisa
mendapatkanya. Kain bekas penutup makam di percaya memiliki khasiat untuk apa
saja, selain sebagai pegangan jimat pangkat derajat kawibawaan, sekaligus
sebagai symbol keselamatan dan keperluan lainya, tergantung dari niat
seseorang. / Judiantoro